Suatu hal terpenting dalam
perkembangan obstetri modern adalah humanisasi proses persalinan dan kelahiran.
Hal ini merupakan suatu pendekatan yang difokuskan pada keluarga, otonomi
pasien, dan penanganan nyeri. Upaya ini merupakan suatu hal yang essensial bagi
keamanan fetus dan neonatus.
Nyeri pada proses persalinan
terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata, yang dapat dikatagorikan
sebagai nyeri akut. Nyeri persalinan terbagi atas 4 tahap yaitu : Tahap I
(Pembukaan) yang diakibatkan oleh kontraksi rahim dan peregangan mulut rahim.
Tahap II (Pelahiran) nyeri yang timbul akibat peregangan dasar panggul dan
tidak jarang sebagai akibat pengguntingan (episiotomi) jika diperlukan. Tahap
III (Pelepasan Plasenta) memberikan sensasi nyeri yang sangat minimal. Terakhir
tahap IV, nyeri yang timbul lebih merupakan akibat penjahitan luka perineum
akibat robekan dengan atau tanpa episiotomi. Salah satu cara yang di anggap
dapat mengurangi rasa nyeri secara non farmakologi (tanpa obat) adalah metode
water birth, dimana ibu hamil bersalin dalam rendaman air hangat.
DEFINISI
Water Birth merupakan salah
satu metode alternatif persalinan pervaginam, dimana ibu hamil aterm tanpa
komplikasi bersalin dengan jalan berendam dalam air hangat (yang dilakukan pada
bathtub atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi
sensasi rasa nyaman.
SEJARAH
PERKEMBANGAN WATER BIRTH
Dokumen modern pertama
ditemukan pada suatu desa di Perancis tahun 1805 dan secara lengkap pada
kumpulan jurnal medis di Perancis, dimana terjadi pengurangan yang signifikan
ibu bersalin dengan distosia (yang tidak mengalami kemajuan dalam proses
persalinannya) akan menjadi lebih progresif dengan menggunakan metode
persalinan water birth, di mana bayi akan lahir lebih mudah. Peneliti Rusia
Igor Charkovsky yang meneliti tentang keamanan dan kemungkinan manfaat water
birth di Uni Soviet selama tahun 1960-an. Pada akhir tahun 1960-an, ahli
obstetri Perancis Frederick Leboter mengembangkan teknik baru berendam di air
hangat untuk memudahkan transisi bayi dari jalan lahir ke dunia luar, dan
dapat mengurangi efek trauma yang mungkin terjadi.
Pada awal tahun 70-an Dr.
Michel Odent, kepala instalasi bedah rumah sakit Pithiviers, Perancis, pertama
kali memperkenalkan keuntungan dari persalinan dan kelahiran di dalam air. Ia
mencatat bahwa banyak wanita ingin menggunakan water birth selama persalinan
untuk mendapatkan “ Labor Became Easier, More Comfortable, Less Painful, And
More Efficient”.
Selama tahun 1980-1990, water
birth bertumbuh pesat di Inggris, Eropa, dan Kanada. Pada tahun 1985, The
family Birthing di Upland, California Selatan yang di pimpin oleh Dr. Michael
Rosenthal menyarankan wanita untuk bersalin dan melahirkan di air. Setelah 5
tahun akumulasi pengalaman water birth, pada tahun 1993 telah terjadi 1000
kelahiran, di Odent’s Birthing Center Pithiviers tanpa komplikasi atau infeksi
pada ibu atau bayi. Pada tahun 1989 Water Birth International Project, Barbara
Harper mengembangkan “Topic Of Gentle Alternatives In Childbirth”.
Pada tahun 1991, Monadnock
Community Hospital di Peterborough, New Hampshire menjadi rumah sakit pertama
yang membuat protokol water birth. Pada tahun 1990, The Scientific
Advisory Committee membuat pernyataan tentang water birth dengan penekanan pada
pentingya penelitian ilmiah. Pernyataan tersebut di revisi tahun 1994 tentang
pentingnya keamanan persalinan dan kelahiran di air, serta perlunya informasi
yang tepat tentang manfaat dan risiko water birth. Pada 1-2 april 1995 pada
Wembley Conference Center di London, Inggris, menggelar konferensi pertama
water birth untuk mengekplorasi masalah-masalah yang berkembang, dihadiri 39
negara dengan data 19.000 persalinan di dalam air. Konferensi berlanjut tahun
1996, 2004, dan bulan September 2007.
Pada tahun 2005, terdapat lebih
dari 300 rumah sakit di Amerika Serikat telah mengadopsi protokol water birth.
Lebih dari ¾ dari seluruh rumah sakit di Inggris telah menyediakan water birth.
Di Indonesia water birth masih baru dan mulai populer ketika Liz Adianti
Harlizon melahirkan dengan metode ini, selasa 4 Oktober 2006 pukul 06.05 WIB di
SanMarie Family Healthcare, Jakarta ditangani oleh dr. T. Otamar Samsudin, SpOG
dan dr. Keumala Pringgadini, SpA.
Di Bali telah ada sejak tahun
2003, Robin Lim dari klinik Yayasan Bumi Sehat Desa Nyuh Kuning,
Ubud-Bali telah menangani lebih dari 400 kasus water birth per tahun termasuk
Oppie Andaresta (20 Juli 2007) Sementara Rumah Sakit Umum di Bali yang pertama
kali menyediakan fasilitas water birth adalah Rumah Sakit Umum Harapan Bunda ~
Maternity Hospital, Jl. Tukad Unda No. 1, Renon, Denpasar-Bali. Water Birth
telah dilaksanakan sejak 7 Oktober 2007. dan persalinan ini ditangani oleh dr.
I Nyoman Hariyasa Sanjaya, SpOG.
KEUNTUNGAN
WATER BIRTH
Metode water birth memiliki
banyak keuntungan bagi ibu dan bayi dibandingkan dengan metode persalinan
tradisional. Ini dihubungkan secara signifikan dengan adanya pengurangan
penggunaan analgesik, pemendekan persalinan kala I dan pengurangan angka
episiotomi jika dibandingkan dengan persalinan lainnya.
A retrospective comparison of
water births and conventional vaginal deliveries. Water birth pada ibu hamil
risiko rendah oleh tenaga professional seaman persalinan pervaginam
normal. A major survey, Alderlice et al 1995 menyimpulkan bahwa tidak ada
bukti persalinan water birth kurang aman dibandingkan persalinan konvensional.
Persalinan dan kelahiran di air dihubungkan dengan pengurangan length of labour
dan trauma perineum pada primigravida, dan mengurangi penggunaan analgesia pada
seluruh ibu hamil. Penelitian water birth: one birthing center’s observations,
water Birth dengan perhatian yang baik tidak hanya sebagai suatu alternatif
yang diinginkan, namun juga aman dan memiliki intervensi intrapartum
positif.
KEUNTUNGAN BAGI IBU
1.
Mengurangi Nyeri Persalinan Dan Memberi Rasa Nyaman
Nyeri persalinan berkurang
disebabkan ibu berendam dalam air hangat yang membuat rileks dan nyaman
sehingga rasa sakit dan stres akan berkurang. Mengurangi rasa sakit adalah
tujuan utamanya, sedangkan secara teknis melahirkan dalam air pada dasarnya
sama seperti melahirkan normal, proses dan prosedurnya sama, hanya tempatnya
yang berbeda. Pada water birth ibu melahirkan bayinya dalam kolam dengan posisi
bebas dan yang paling dirasakan nyaman oleh ibu. Kolam dapat terbuat dari fiber
glass atau bahan lain.
Water Birth merupakan suatu
bentuk hydrotherapy, metode ini efektif dan bermanfaat dalam penanganan nyeri
pada kondisi seperti lower back pain (yang umumnya menjadi keluhan ibu saat
persalinan). Evaluasi terhadap 17 Randomized Controlled Trial (RCT), 2
Controlled Studies, 12 Cohort Studies, dan 2 laporan kasus, menyimpulkan bahwa
terdapat keuntungan hydrotherapy dalam penanganan nyeri, bermanfaat, manjur dan
memiliki efek mobilitas, kekuatan, dan keseimbangan, terutama sekali pada orang
dengan rematik dan nyeri pinggang bawah kronik. Hydrotherapy juga merupakan
suatu alternatif yang relatif aman jika dibandingkan dengan penanganan nyeri
persalinan konvensional (menggunakan anestesi dan narkotik). Berendam dalam air
akan dapat mengurangi 75% nyeri persalinan
Pada persalinan dan atau
kelahiran di air, kemampuan mengapung ibu akan menolong untuk relaksasi,
pergerakan selama persalinan water birth yang lebih leluasa menyebabkan ibu
nyaman dan rileks, sedangkan air hangat akan membantu mengurangi nyeri. A
Cochrane Systemic review juga mendukung pendapat bahwa berendam dalam air
selama persalinan kala I akan dapat mengurangi penggunaan analgesik dan rasa
nyeri pada ibu bersalin, tanpa hal yang merugikan dalam durasi persalinan,
luaran bayi dan persalinan operatif.
2.
Mengurangi Tindakan Episiotomi
Dalam hal trauma perineum,
dukungan air pada waktu kepala bayi yang crowning lambat akan menurunkan risiko
robekan, dan dapat mengurangi keperluan akan tindakan episiotomi. Dalam
literatur water birth bahkan tidak ditemukan angka kejadian episiotomi. Selain
hal tersebut, trauma perineum yang terjadi dilaporkan tidak berat, dengan
dijumpai lebih banyak kejadian intak perineum, tetapi beberapa literatur
mendapatkan frekuensi robekan sama pada persalinan primipara di dalam maupun di
luar air. Masih terdapat mitos bahwa ibu yang melahirkan dalam air lebih
mungkin untuk mengalami robekan karena yang membantu persalinan kesulitan untuk
melakukan episiotomi jika diperlukan. Namun sesungguhnya ibu yang melahirkan
dalam air hangat kurang mengalami robekan, karena air hangat dapat meningkatkan
aliran darah dan mampu melunakkan jaringan di sekitar perineum ibu. Ketika memerlukan
episiotomi, penolong justru lebih mudah menjangkau bagian perineum ibu untuk
melakukan massage atau tindakan lain. Kebanyakan episiotomi tidak diperlukan,
dan jika penolong mengganggap selama proses persalinan terdapat keadaan
emergensi, penolong akan membatalkan pelaksanaan metode ini.
3.
Pemendekan Persalinan Kala I
Persalinan dan kelahiran di
dalam air juga dapat mempercepat proses persalinan yang dihubungkan secara
signifikan dengan persalinan kala I yang akan menjadi lebih pendek. Dalam hal
ini ibu dapat lebih mengontrol perasaannya, menurunkan tekanan darah, lebih
rileks, nyaman, menghemat tenaga ibu, mengurangi keperluan obat-obatan dan
intervensi lainnya, memberi perlindungan secara pribadi, mengurangi trauma
perineum, meminimalkan penggunaan episiotomi, mengurangi kejadian seksio
sesarea, memudahkan persalinan.
4.
Menurunkan Tekanan Darah
Dalam hal menurunkan tekanan
darah. Menurut Pre & Perinatal Psycology Association of North America
Conference, wanita dengan hipertensi akan mengalami penurunan tekanan darah
setelah berendam dalam air hangat selama 10- 15 menit. Kecemasan yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah akan dapat dikurangi dengan berendam
dalam air hangat.
KEUNTUNGAN BAGI BAYI
Persalinan sendiri dapat menjadi
masalah, mungkin juga mengganggu, dan merupakan pengalaman bagi bayi. Water
Birth memberikan keuntungan terutama saat kepala bayi masuk ke jalan lahir,
dimana persalinan akan menjadi lebih mudah. Air hangat dengan suhu yang tepat
suasananya menyerupai lingkungan intrauterin sehingga memudahkan transisi dari
jalan lahir ke dunia luar. Air hangat juga dapat mengurangi ketegangan perineum
dan memberi rasa nyaman bagi ibu dan bayi, sehingga bayi lahir kurang
mendapatkan trauma (oleh karena adanya efek dapat melenturkan dan meregangkan
jaringan perineum dan vulva) dibandingkan pada persalinan air dingin dan tempat
bersalin umumnya.
Bayi yang lahir di dalam air
tidak segera menangis, bayi tampak menjadi tenang. Bayi tidak tenggelam jika
dilahirkan di air, karena selama kehamilan bayi hidup dalam lingkungan air
(amnion) sampai terjadi transisi persalinan dari uterus ke permukaan air.
Demikian pula masalah lilitan tali pusat di leher, tidak menjadi masalah,
sepanjang tidak ada deselerasi denyut jantung bayi (yang menunjukkan fetal
distress) sebagai akibat ketatnya belitan tali pusat di leher.
Pemendekan persalinan kala I
selain memudahkan persalinan bagi ibu, juga baik untuk bayi yaitu mencegah
trauma atau risiko cedera kepala bayi, kulit bayi lebih bersih, menurunkan
risiko bayi keracunan air ketuban. Oleh karena itu metode ini dikenal sebagai
persalinan “Easier for Mom ~ Better for Babies”.
KERUGIAN
WATER BIRTH
1.
Risiko dan Komplikasi
Menurut para pendukung water
birth metode ini tidak menyebabkan risiko serius maupun komplikasi. Hal ini
hanya akan terjadi, jika prosedur yang dilakukan tidak tepat atau penanganannya
buruk. Protokol persalinan merupakan suatu hal penting yang harus dimiliki
untuk mencegah risiko dan komplikasi. A comparative study. A prospective
study on more than 2000 waterbirths; water birth dan berbagai alternatif
persalinan seperti Maia-birthing stool memiliki risiko yang lebih rendah pada
ibu dan bayi daripada bedbirths jika dalam penanganan kelahiran menggunakan
monitoring yang baik. Adapun risiko-risiko yang dapat timbul antara lain:
a. Risiko
Maternal
1) Infeksi.
Menurut European Journal of Obstetrics and Reproductive Biology 2007, Water
Birth merupakan 'a valuable alternative' persalinan normal. Penelitian yang
dipimpin oleh Rosanna Zanetti-Daellenbach menemukan tidak ada perbedaan angka
kejadian infeksi maternal maupun neonatal atau parameter laboratorium termasuk
luaran fetus dalam hal APGAR Score, pH darah, dan keperluan perawatan intensif.
Ada pendapat yang menyatakan
bahwa water birth menyebabkan risiko infeksi oleh karena berendam dalam air
yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan kotoran saat mengedan dalam kolam
air. Namun penelitian menunjukkan bahwa traktus intestinal bayi mendapatkan
keuntungan dari paparan ini. Kelahiran tersebut dan diri kita sendiri tidak
steril. Sekresi vagina, blood slim, cairan amnion, dan feses ibu ketika bayi
masuk ke dalam rongga panggul, keseluruhannya tidak steril. Jika ibu dalam
keadaan persalinan kala aktif, air tidak akan masuk ke jalan lahir sewaktu ibu
ada dalam kolam. Air dapat masuk ke vagina, namun tidak dapat masuk ke vagina
bagian dalam, ke serviks maupun uterus. Penyakit infeksi tertentu, akan mati segera
ketika kontak dengan air.
Salah satu cara yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi adalah menggunakan pompa pengatur agar air
tetap bersirkulasi dengan filter/penyaring air sehingga jika air terminum tidak
berisiko infeksi. Kolam yang sudah disterilkan kemudian akan diisi air yang
suhunya sekitar 32-370C disesuaikan dengan suhu tubuh.
2) Perdarahan
Postpartum. Risiko perdarahan pada ibu dan bayi juga harus dipertimbangkan.
Walaupun comparative study di Swiss menunjukkan suatu hal yang positif, namun
penelitian lain di Inggris tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna
antara metode water birth dengan metode persalinan lainnya. Penyedia layanan
water birth yang tidak berpengalaman akan sukar menilai jumlah perdarahan post
partum, sementara metode penanganannya telah berkembang dengan baik. Hal ini
menyebabkan sejumlah penyedia layanan lebih memilih melahirkan plasenta di luar
kolam seperti di The University of Michigan Hospital.
3)
Trauma
Perineum. Penggunaan episiotomi pada water birth 8,3% tidak menunjukkan
laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dan 25,7%, pada land birth
menunjukkan kejadian laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dengan
angka penggunaan episiotomi lebih tinggi. A Cochrane review oleh Cluett et all,
membuktikan bahwa ada risiko terjadi trauma perineum pada persalinan dengan
water birth, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada luaran klinik
dalam hal trauma perineum.
b. Risiko
Neonatal
Terdapat risiko penting secara
klinik pada bayi, termasuk masalah pernapasan, ruptur tali pusat disertai
perdarahan, dan penularan infeksi melalui air. Laporan dari sejumlah kasus
menghubungkan water birth dengan respiratory distress, hyponatremia, infeksi,
hypoxic ischemic encephalopathy, ruptur tali pusat, kejang, takikardia, demam (dihubungkan dengan temperatur
air), serta near drowning pada bayi atau fetus.
1)
Terputusnya Tali Pusat. Mekanisme
terputusnya tali pusat ini terjadi ketika bayi lahir sesegera mungkin
dibawa ke permukaan air tidak secara “gentle”, jika tali pusat pendek akan
dapat mengakibatkan tegangan yang berlebihan pada tali pusat.
Suatu review yang
mengidentifikasi 16 artikel, melaporkan adanya 63 komplikasi neonatal
diakibatkan oleh water birth, salah satu diantaranya adalah masalah putusnya
tali pusat. Suatu penelitian yang tidak terduga menunjukkan hasil bahwa 5 dari
37 bayi (14%) yang lahir di air dan memerlukan perawatan khusus karena
terputusnya tali pusat, 1 bayi memerlukan tranfusi. Kasus terputusnya tali
pusat kemungkinan disebabkan oleh terlalu cepat mengangkat bayi kepermukaan
sehingga menyebabkan tarikan cepat dari tali pusat yang melampaui panjang tali
dibandingkan biasanya. Tidak ada data risiko terputusnya tali pusat pada
persalinan normal di luar air.
2) Takikardi.
3) Infeksi.
Risiko infeksi jarang terjadi pada water birth. Infeksi saluran pernapasan pada
bayi yang dilahirkan secara water birth jarang terjadi, namun risiko ini tetap
harus diperhitungkan. Sejumlah kasus yang mungkin membahayakan bayi antara lain
infeksi herpes, perdarahan luas, dan berbagai infeksi lainnya. Metode water birth
tidak direkomendasikan pada bayi preterm. Berdasarkan laporan kasus yang
dipublikasikan, infeksi P. aeruginosa didapatkan pada swab telinga dan
umbilicus bayi yang lahir dengan water birth.
Sebaiknya ada protokol ketat
untuk menjaga kebersihan kolam antara persalinan satu dengan yang lain
(terutama di rumah sakit), karena ada sedikit risiko perpindahan bakteri
dari bayi ke bayi atau ibu ke ibu. Selain itu biasanya pada keran air terdapat
bakteri Pseudomonas. Pediatri menganjurkan untuk mempertimbangkan adanya gejala
infeksi pseudomonas pada bayi dengan persalinan water birth.
4)
Hipoksia. Tali pusat secara terus menerus akan
menyediakan darah beroksigen, sambil bayi merespon stimulasi baru yaitu pertama
kali mengisi paru-parunya dengan udara. Penundaan pengkleman dan pemotongan
tali pusat sangat bermanfaat dalam proses transisi bayi untuk hidup di luar
uterus. Ini akan memaksimalkan fungsi perfusi jaringan paru. Garland (2000)
tidak merekomendasikan pemotongan dan pengkleman tali pusat sampai bayi
mencapai permukaan air disebabkan oleh meningkatnya risiko hipoksia. Hipoksia
bayi akan mengganggu baby’s dive reflex, yang mengakibatkan penekanan respon
menelan sehingga akan menimbulkan bayi menghirup air selama proses water birth.
Odent (1998) merekomendasikan pengkleman tali pusat 4-5 menit setelah
persalinan. Namun menurut Austin, Bridges, Markiewicz and Abrahamson (1997)
penundaan pengkleman tali pusat dapat mengakibatkan polisitemia, berdasarkan
hipotesa bahwa air hangat mencegah vasokonstriksi tali pusat sehingga banyak
darah ibu tertransfer ke bayi (vasokontriksi terjadi ketika kontak dengan
udara).
5) Aspirasi
Air dan Tenggelam. Terdapat berbagai kritikan tentang water birth, dimana
adanya risiko tenggelam jika bayi menghirup air atau bernapas dalam air. Secara
teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar 95%. Risiko
masuknya air ke dalam paru-paru bayi dapat dihindari dengan mengangkat bayi
yang lahir sesegera mungkin ke permukaan air. Pemanjangan fase berendam
mengakibatkan kekurangan oksigen, emboli air, dan perdarahan. Air hangat
mencegah pembekuan darah setelah persalinan, dan juga risiko infeksi. Menurut
British Medical Journal (BMJ) bulan juni 2005, bayi-bayi dengan sendirinya
tidak akan bernapas sampai terpapar udara, kecuali mengalami asfiksia yang
diakibatkan penekanan tali pusat.
MORBIDITAS
DAN MORTALITAS
Kemiripan morbiditas dan
mortalitas pada ibu risiko rendah memberi kesan bahwa persalinan di air tidak
substansial meningkatkan luaran perinatal yang buruk. The National Surveillance
pada penelitiannya tidak mendapatkan perbedaan angka morbiditas dan mortalitas
perinatal antara bayi yang lahir dengan water birth dibandingkan dengan persalinan
konvensional, sebaliknya ibu hamil yang melahirkan di air mendapat pengalaman
persalinan yang memuaskan. Penelitian water birth berskala besar di Inggris
antara tahun 1994-1996 menunjukkan gambaran mortalitas perinatal dari
persalinan dengan water birth adalah 1,2 per 1000 kelahiran hidup (95% CI
0,4-2,9) dan kematian perinatal dari persalinan konvensional adalah 8,4 per
1000 kelahiran hidup (95% CI 0,7-2,3). Tidak ditemukan laporan yang valid
tentang kematian bayi akibat aspirasi atau inhalasi air pada 150.000 catatan
medis dari seluruh dunia antara tahun 1985-1999 mengenai water birth.
Pada bulan Agustus 1999 The
British Medical Journal mempublikasikan penelitian antara bulan April
1994-Maret 1996 pada 4032 bayi yang lahir dengan water birth, yang menyimpulkan
bahwa mortalitas perinatal secara substansial tidak lebih tinggi pada
persalinan dengan water birth dibandingkan dengan kelahiran pada ibu
hamil risiko rendah yang menggunakan metode persalinan konvensional. The
British Paediatric Surveillance menyebutkan tentang kematian atau perlunya
penanganan khusus pada bayi yang persalinannya dalam air dari tahun 1994-6. Ini
menggambarkan perbandingan jumlah total orang yang bersalin dalam air. Terdapat
5 kematian perinatal dari lebih 4032 Water Birth (1,2 per 1000). 1 bayi
meninggal dalam kandungan, 1 lahir mati setelah bayi lahir tanpa perawatan
karena kehamilan yang disembunyikan, 3 postnatal death dengan penyebab
spesifik; infeksi herpes, perdarahan otak setelah persalinan cepat, hypoplastic
lungs. 35 bayi (termasuk 3 postnatal death) yang memerlukan penanganan khusus
dan 15 mengalami masalah pernapasan termasuk 1 aspirasi air, 1 “freshwater
drowning”, 5 bayi tali pusat putus, 6 kematian ibu yang tampaknya tidak
menggunakan kolam persalinan. Kematian perinatal serupa pada persalinan risiko
rendah, tetapi data mengenai penyebabnya tidak lengkap. Peneliti menyimpulkan
tidak ada bukti yang substansial dalam peningkatan risiko. Hal tersebut
sama dengan hasil audit yang digambarkan oleh The British Paediatric
Surveillance Unit pada tahun 1999. Bayi-bayi yang memerlukan penanganan
khusus 8,4 per 1000 kelahiran hidup dibandingkan persalinan konvensional 37 per
1000 kelahiran hidup bahkan dengan manajemen home birth mendapatkan risiko 9,2
per 1000 kelahiran hidup yang memerlukan penanganan khusus.
PATOFISIOLOGI
Pengurangan
Rasa Nyeri
Keuntungan yang diperoleh
dengan metode persalinan ini adalah berkurangnya rasa nyeri ketika persalinan
berlangsung. Hal ini disebabkan oleh keadaan sirkulasi darah uterus yang
menjadi lebih baik, berkurangnya tekanan abdomen, serta meningkatnya produksi
endorphin (stress related hormone). Berendam dalam air selama persalinan akan
mengurangi tekanan pada abdomen ibu, dan mengapung mengakibatkan kontraksi uterus
lebih efisien dan sirkulasi darah lebih baik. Ini menyebabkan sirkulasi dan
oksigenasi darah otot uterus menjadi lebih baik.
Persalinan dalam air memberi
keleluasaan ibu untuk bergerak bebas, dapat memberi rasa lebih rileks dan
nyaman, sehingga ibu hamil mampu berkonsentrasi pada persalinannya, dan oleh
karena kondisi ibu nyaman maka sirkulasi darah dan oksigen dari plasenta ke
janin berlangsung lebih baik, suhu tubuh bayi menjadi hangat sesuai suhu tubuh
ibu. Suhu tubuh yang baik ini akan mempengaruhi oksigenasi bayi, sehingga bayi
mampu beradaptasi terhadap lingkungan di luar rahim dengan baik. Suatu
penelitian di Swiss menemukan bahwa bayi yang lahir di air Apgar Score
rata-rata 5 menit secara signifikan lebih tinggi.
Air hangat dan tekanan dari pusaran
air kolam tersebut merupakan salah satu sumber penghilang rasa sakit
selama persalinan dengan jalan mengurangi beban gravitasi secara alami,
sehingga ibu hamil dapat berubah posisi tanpa beban saat berendam di air.2
Berendam dalam air hangat dapat merangsang respon fisiologi pada ibu hamil,
sehingga dapat mengurangi nyeri termasuk redistribusi volume darah, yang mana
akan merangsang pelepasan oksitosin dan vasopressin, sehingga akan meningkatkan
level oksitosin dalam darah. Selain itu ada hipotesa yang menyatakan bahwa air
hangat akan dapat merelaksasi otot-otot dan mental selanjutnya menyebabkan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang memungkinkan peningkatan perfusi,
relaksasi dan kontraksi uterus, sehingga dapat mengurangi nyeri kontraksi dan
pemendekan fase persalinan.
Pengurangan
Risiko Aspirasi
Ada beberapa faktor yang
mencegah bayi menghirup air sewaktu bersalin. Pertama, terdapat faktor
penghambat yang secara normal ada pada setiap bayi. Bayi dalam kandungan
mendapatkan oksigen dari plasenta melalui tali pusat dan bernapas dengan
menggerakkan otot-otot intercostal dan diaphragma dengan pola teratur sejak
usia kehamilan 10 minggu. Janin menerima oksigen selama kehamilan melalui tali
pusat sampai waktu ketika tali pusat dipotong atau plasenta terlepas dari
dinding rahim, rata- rata 2-10 menit setelah lahir hingga 30 menit. Kerja otot
diaphragma dan intercostal, menyebabkan lebih banyak darah mengalir ke organ
vital termasuk otak sehingga dapat dilihat penurunan Fetal Beat Movement (FBM)
pada profil biofisik. Pada 24-48 jam sebelum onset persalinan spontan, bayi
mengalami peningkatan level prostaglandin E2 dari plasenta yang menyebabkan
perlambatan dan penghentian gerakan napas. Secara normal terlihat pergerakan
otot kira-kira 40%. Ketika bayi lahir dan level prostaglandin masih tinggi,
otot bayi untuk pernapasan sederhana belum bekerja, hal tersebut merupakan
respon penghambatan pertama.
Respon penghambat kedua adalah
fakta bahwa bayi-bayi yang lahir mengalami hipoksia akut atau kekurangan
oksigen. Ini merupakan respon proses kelahiran. Hipoksia menyebabkan apnea dan
menelan, bukan bernapas ataupun mengap-mengap. Jika janin mengalami kekurangan
oksigen berat dan lama, maka mengap-mengap dapat terjadi setelah lahir, mungkin
air akan terhirup ke dalam paru-paru. Jika bayi bermasalah selama persalinan,
variabilitasnya akan melebar yang tercatat pada Fetal Heart Rate, hal ini
mengakibatkan prolonged bradicardia, sehingga penolong akan meminta ibu untuk
meninggalkan kolam sebelum bayi lahir.
Faktor ketiga yang menghambat
bayi dalam merespon pernapasan ketika berada di dalam air, adalah perbedaan
temperatur. Temperatur air dibuat sesuai temperatur badan ibu. Menurut Paul
Johnson mekanisme pernapasan neonatus dirangsang oleh perubahan tekanan udara.
Temperatur air kolam serupa dengan cairan amnion yang dapat menjadi faktor
penghambatan. Penelitian terbaru dan observasi di Jerman, Jepang, dan Rusia memberi
kesan bahwa temperatur rendah pada waktu lahir berkontribusi pada vigorous
baby.
Cairan paru diproduksi dalam
paru-paru dan yang secara kimia menyerupai cairan lambung. Cairan ini akan
keluar melalui mulut dan ditelan oleh janin. Air merupakan larutan
hipotonik dan cairan paru-paru terdapat pada janin adalah hipertonik. Jika air
melewati laring, tidak dapat melintasi paru-paru, karena berdasarkan fakta
bahwa larutan hipertonik lebih padat dan mencegah larutan hipotonik
bergabung atau masuk kedalamnya.
Pada kondisi bayi normal
(dilihat dari monitoring Fetal Heart Rate selama persalinan), kombinasi
faktor-faktor tersebut di atas mencegah bayi bernapas di dalam air sampai bayi
berada di atas permukaan air. Pernapasan janin pertama kali terjadi setelah
wajah ada di permukaan air, dimana akan merangsang mammalian diving reflex yang
berhubungan dengan tekanan udara pada daerah nervus trigeminus wajah. Pada
pernapasan bayi pertama kali terjadi adalah dengan merubah sirkulasi janin ke
sirkulasi bayi, penutupan shunt pada jantung, membuat sirkulasi pulmonal,
merubah tekanan pada paru-paru, mendorong cairan keluar yang akan mempersiapkan
ruangan paru-paru dan mengijinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Proses
ini memerlukan beberapa menit untuk memulai secara lengkap. Selama waktu
tertentu bayi masih menerima oksigen dari tali pusat. Tidak ada ancaman bahwa
bayi akan menghirup air selama proses kelahiran karena faktor pencetus untuk
menghirup oksigen tidak akan ada sampai kepala bayi kontak dengan udara.
Menurut BMJ bulan Juni 2005, bayi-bayi dengan sendirinya tidak akan bernapas
sampai terpapar udara, kecuali mengalami asfiksia yang diakibatkan penekanan
tali pusat.
Pemendekan
Fase Persalinan
Persalinan dalam air kadangkala
dihubungkan dengan penurunan intensitas kontraksi, sehingga menyebabkan
perlambatan persalinan. Namun ahli persalinan di air setuju bahwa ini harus
dievaluasi kasus per kasus. Beberapa rumah sakit mengadopsi hukum “5 cm”, yaitu
ibu hamil diijinkan masuk ke kolam ketika berada pada persalinan aktif dengan
dilatasi serviks lebih dari 5 cm. Ibu hamil masuk ke dalam air selama
persalinan kala I diyakini kurang bermanfaat. Tidak ada bukti kuat
kriteria kapan saat yang tepat untuk berendam pada persalinan kala I, sehingga
persalinan awal ini akan lebih baik jika ditangani dengan mobilisasi daripada
berendam. Ada juga laporan bahwa air kadang-kadang memberi efek melambatkan
bahkan menghentikan persalinan jika digunakan terlalu dini dan banyak
dilaporkan bahwa kontraksi kurang efektif jika ibu berendam terlalu awal.
Pengurangan
Perdarahan Postpartum
Hilangnya darah ibu selama
water birth sangat sedikit. Rata-rata darah yang hilang pada water birth
5,26 g/l secara bermakna lebih rendah daripada land birth 8,08 g/l.3 Kehilangan
darah pada persalinan ini sukar dinilai terutama jika diakibatkan oleh penolong
yang kurang berpengalaman pada persalinan dalam air.
INDIKASI
DAN KONTRAINDIKASI
Syarat-Syarat
1.
Ibu hamil risiko rendah.
2.
Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran
kencing, dan kulit.
3.
Tanda vital ibu dalam batas normal, dan CTG bayi normal
(baseline, variabilitas, dan ada akselerasi)
4.
Idealnya, air hangat digunakan untuk relaksasi dan
penanganan nyeri setelah dilatasi serviks mencapai 4-5 cm.
5.
Pasien setuju mengikuti instruksi penolong, termasuk
keluar dari kolam tempat berendam jika diperlukan.
Kriteria/Indikasi
Merupakan pilihan ibu.
Kehamilan normal ≥ 37 minggu. Fetus tunggal presentasi
kepala. Tidak menggunakan obat-obat penenang. Ketuban pecah
spontan < 24 jam. Kriteria non klinik seperti staf atau
peralatan. Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak
terkontrol, dll). Tidak ada perdarahan. Denyut jantung
normal. Cairan amnion jernih. Persalinan spontan atau setelah
menggunakan misoprostol atau pitocin.
Kontraindikasi
Infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah. Infeksi dan demam
pada ibu. Herpes genitalis. HIV, Hepatitis. Denyut jantung
abnormal. Perdarahan pervaginam berlebihan Mekoneum Kondisi
yang memerlukan monitoring terus menerus.
PROSEDUR
PERSALINAN
Beberapa instrumentasi essential yang harus
dipersiapkan pada persalinan dengan metode water birth antara
lain: Termometer air. Termometer ibu. Doppler anti air.
Sarung tangan. Pakaian kerja (apron). Jaring untuk mengangkat
kotoran. Alas lutut kaki, bantal, instrumen partus set. Shower air
hangat. Portable/permanent pool. Handuk, selimut. Warmer dan
peralatan resusitasi bayi.
Selama
Berlangsungnya Persalinan
1. Ibu masuk berendam ke dalam air direkomendasikan saat
pembukaan serviks 4-5 cm dengan kontraksi uterus baik. Ibu dapat mengambil
posisi persalinan yang disukainya.
2.
Observasi dan monitoring antara lain :
a. Fetal
Heart Rate (FHR) dengan doppler atau fetoskop setiap 30 menit selama persalinan
kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala II. Auskultasi
dilakukan sebelum, selama, setelah kontraksi.
b. Penipisan
dan Pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina (VT) dapat dilakukan
di dalam air atau pasien di minta sementara keluar dari air untuk diperiksa.
c. Status
Ketuban, jika terjadi ruptur ketuban, periksa FHR, dan periksa adanya prolaps
tali pusat. Jika cairan ketuban mekoneum, pasien harus meninggalkan kolam.
d. Tanda
vital ibu diperiksa setiap jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika
diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan ibu
mengatur napas selama kontraksi.
e. Hidrasi
Ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan janin dan peningkatan
suhu badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi terjadi, ibu diberi
cairan. Jika tidak berhasil pasang infus ringer laktat (RL).
3.
Manajemen kala II
a. Mengedan
seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan spontan, risiko
ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam sirkulasi maternal-fetal
berkurang, dan juga akan dapat melelahkan ibu dan bayi.
b. Persalinan,
bila mungkin metode ”hand off”. Ini akan meminimalkan stimulasi.
c. Tidak
diperlukan palpasi tali pusat ketika kepala bayi lahir, karena tali pusat dapat
lepas dan melonggar ketika bayi lahir. Untuk meminimalkan risiko tali pusat
terputus dengan tidak semestinya, hindari tarikan ketika kepala bayi ke
permukaan air. Tali pusat jangan diklem dan dipotong ketika bayi masih ada di
dalam air.
d. Bayi
seharusnya lahir lengkap di dalam air. Kemudian sesegera mungkin dibawa
kepermukaan secara “gentle”. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada
diatas permukaan air dan badannya masih di dalam air untuk menghindari
hipotermia, mencegah transfusi ibu ke bayi. Sewaktu kepala bayi telah berada di
atas air, jangan merendamnya kembali.
4.
Manajemen kala III
a. Manajemen
aktif dan psikologi tetap diberikan sampai ibu keluar kolam.
b. Saat
manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan.
c. Estimasikan
perdarahan < atau > 500 ml.
d. Penjahitan
perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk menghilangkan retensi
air dalam jaringan (jika perdarahan tidak
berlebihan).
Selama
Mengedan dan Persalinan
1. Ibu mengambil sikap yang dirasakan aman dan nyaman
untuknya. Keleluasaan gerakan yang mengijinkan ibu mengambil posisi yang tepat
untuk bersalin.
2. Lahirnya kepala bayi difasilitasi oleh adanya dorongan
lembut kontraksi uterus. Sarung tangan digunakan penolong untuk melahirkan
bayi. Sokong perineum, massage, dan tekan dengan lembut jika diperlukan. Ibu
dapat mengontrol dorongan kepala dengan tangannya.
3. Manipulasi kepala biasanya tidak diperlukan untuk
melahirkan bayi karena air memiliki kemampuan untuk mengapungkan. Walaupun
demikian, pasien perlu berdiri membantu mengurangi atau memotong dan mengklem
lilitan tali pusat. Meminimalkan rangsangan mengurangi risiko gangguan
pernapasan.
4. Sewaktu bayi lahir, kepala bayi dikendalikan dengan
gerakan yang lembut, muka ke bawah, dan muncul dari dalam air tidak lebih dari
20 detik. Janin dapat diistirahatkan di dada ibu sambil membersihkan hidung dan
mulutnya, jika diperlukan. Penanganan ini sebaiknya melihat juga panjang tali
pusat agar tidak sampai putus. Kemudian bayi diberi selimut, dan di
monitor.
5. Idealnya, ibu dan bayi dibantu keluar dari air untuk
melahirkan plasenta. Tali pusat di klem dan dipotong, dan bayi dikeringkan
dengan handuk dan diselimuti dan kemudian diberikan kepada penolong lain,
keluarga, atau perawat. Ibu di bantu keluar dari kolam. Plasenta dapat
dilahirkan di dalam air atau di luar tergantung penolong. Ibu dianjurkan
menyusui sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk membantu kontraksi uterus
dan pengeluaran plasenta. Risiko secara teori yang dihubungkan dengan efek
relaksasi air hangat terhadap otot-otot uterus termasuk solusio plasenta,
emboli air dan peningkatan perdarahan.