Rabu, 10 April 2013

WATER BIRTH

Suatu hal terpenting dalam perkembangan obstetri modern adalah humanisasi proses persalinan dan kelahiran. Hal ini merupakan suatu pendekatan yang difokuskan pada keluarga, otonomi pasien, dan penanganan nyeri. Upaya ini merupakan suatu hal yang essensial bagi keamanan fetus dan neonatus.
Nyeri pada proses persalinan terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata, yang dapat dikatagorikan sebagai nyeri akut. Nyeri persalinan terbagi atas  4 tahap yaitu : Tahap I (Pembukaan) yang diakibatkan oleh kontraksi rahim dan peregangan mulut rahim. Tahap II (Pelahiran) nyeri yang timbul akibat peregangan dasar panggul dan tidak jarang sebagai akibat pengguntingan (episiotomi) jika diperlukan. Tahap III (Pelepasan Plasenta) memberikan sensasi nyeri yang sangat minimal. Terakhir tahap IV, nyeri yang timbul lebih merupakan akibat penjahitan luka perineum akibat robekan dengan atau tanpa episiotomi. Salah satu cara yang di anggap dapat mengurangi rasa nyeri secara non farmakologi (tanpa obat) adalah metode water birth, dimana ibu hamil bersalin dalam rendaman air hangat. 

DEFINISI

Water Birth merupakan salah satu metode alternatif persalinan pervaginam, dimana ibu hamil aterm tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam dalam air hangat (yang dilakukan pada bathtub atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi sensasi rasa nyaman. 

SEJARAH PERKEMBANGAN WATER BIRTH

Dokumen modern pertama ditemukan pada suatu desa di Perancis tahun 1805 dan secara lengkap pada kumpulan jurnal medis di Perancis, dimana terjadi pengurangan yang signifikan ibu bersalin dengan distosia (yang tidak mengalami kemajuan dalam proses persalinannya) akan menjadi lebih progresif dengan menggunakan metode persalinan water birth, di mana bayi akan lahir lebih mudah. Peneliti Rusia Igor Charkovsky yang meneliti tentang keamanan dan kemungkinan manfaat water birth di Uni Soviet selama tahun 1960-an. Pada akhir tahun 1960-an, ahli obstetri Perancis Frederick Leboter mengembangkan teknik baru berendam di air hangat untuk memudahkan transisi  bayi dari jalan lahir ke dunia luar, dan dapat mengurangi efek trauma yang mungkin terjadi.
Pada awal tahun 70-an Dr. Michel Odent, kepala instalasi bedah rumah sakit Pithiviers, Perancis, pertama kali memperkenalkan keuntungan dari persalinan dan kelahiran di dalam air. Ia mencatat bahwa banyak wanita ingin menggunakan water birth selama persalinan untuk mendapatkan “ Labor Became Easier, More Comfortable, Less Painful, And More Efficient”.
Selama tahun 1980-1990, water birth bertumbuh pesat di Inggris, Eropa, dan Kanada. Pada tahun 1985, The family Birthing di Upland, California Selatan yang di pimpin oleh Dr. Michael Rosenthal menyarankan wanita untuk bersalin dan melahirkan di air. Setelah 5 tahun akumulasi pengalaman water birth, pada tahun 1993 telah terjadi 1000 kelahiran, di Odent’s Birthing Center Pithiviers tanpa komplikasi atau infeksi pada ibu atau bayi. Pada tahun 1989 Water Birth International Project, Barbara Harper mengembangkan “Topic Of Gentle Alternatives In Childbirth”.
Pada tahun 1991, Monadnock Community Hospital di Peterborough, New Hampshire menjadi rumah sakit pertama yang membuat protokol water birth.  Pada tahun 1990, The Scientific Advisory Committee membuat pernyataan tentang water birth dengan penekanan pada pentingya penelitian ilmiah. Pernyataan tersebut di revisi tahun 1994 tentang pentingnya keamanan persalinan dan kelahiran di air, serta perlunya informasi yang tepat tentang manfaat dan risiko water birth. Pada 1-2 april 1995 pada Wembley Conference Center di London, Inggris, menggelar konferensi pertama water birth untuk mengekplorasi masalah-masalah yang berkembang, dihadiri 39 negara dengan data 19.000 persalinan di dalam air. Konferensi berlanjut tahun 1996, 2004, dan bulan September 2007.
Pada tahun 2005, terdapat lebih dari 300 rumah sakit di Amerika Serikat telah mengadopsi protokol water birth. Lebih dari ¾ dari seluruh rumah sakit di Inggris telah menyediakan water birth. Di Indonesia water birth masih baru dan mulai populer ketika Liz Adianti Harlizon melahirkan dengan metode ini, selasa 4 Oktober 2006 pukul 06.05 WIB di SanMarie Family Healthcare, Jakarta ditangani oleh dr. T. Otamar Samsudin, SpOG dan   dr. Keumala Pringgadini, SpA.
Di Bali telah ada sejak tahun 2003, Robin Lim dari  klinik Yayasan Bumi Sehat Desa Nyuh Kuning, Ubud-Bali telah menangani lebih dari 400 kasus water birth per tahun termasuk Oppie Andaresta (20 Juli 2007) Sementara Rumah Sakit Umum di Bali yang pertama kali menyediakan fasilitas water birth adalah Rumah Sakit Umum Harapan Bunda ~ Maternity Hospital, Jl. Tukad Unda No. 1, Renon, Denpasar-Bali. Water Birth telah dilaksanakan sejak 7 Oktober 2007. dan persalinan ini ditangani oleh dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, SpOG. 

KEUNTUNGAN WATER BIRTH

Metode water birth memiliki banyak keuntungan bagi ibu dan bayi dibandingkan dengan metode persalinan tradisional. Ini dihubungkan secara signifikan dengan adanya pengurangan penggunaan analgesik, pemendekan persalinan kala I dan pengurangan angka episiotomi jika dibandingkan dengan persalinan lainnya.
A retrospective comparison of water births and conventional vaginal deliveries. Water birth pada ibu hamil risiko rendah oleh tenaga professional seaman persalinan pervaginam normal.  A major survey, Alderlice et al 1995 menyimpulkan bahwa tidak ada bukti persalinan water birth kurang aman dibandingkan persalinan konvensional. Persalinan dan kelahiran di air dihubungkan dengan pengurangan length of labour dan trauma perineum pada primigravida, dan mengurangi penggunaan analgesia pada seluruh ibu hamil. Penelitian water birth: one birthing center’s observations, water Birth dengan perhatian yang baik tidak hanya sebagai suatu alternatif yang diinginkan, namun juga aman dan memiliki intervensi intrapartum positif.   

KEUNTUNGAN BAGI IBU

1.        Mengurangi Nyeri Persalinan Dan Memberi Rasa Nyaman
Nyeri persalinan berkurang disebabkan ibu berendam dalam air hangat yang membuat rileks dan nyaman sehingga rasa sakit dan stres akan berkurang. Mengurangi rasa sakit adalah tujuan utamanya, sedangkan secara teknis melahirkan dalam air pada dasarnya sama seperti melahirkan normal, proses dan prosedurnya sama, hanya tempatnya yang berbeda. Pada water birth ibu melahirkan bayinya dalam  kolam dengan posisi bebas dan yang paling dirasakan nyaman oleh ibu. Kolam dapat terbuat dari fiber glass atau bahan lain.
Water Birth merupakan suatu bentuk hydrotherapy, metode ini efektif dan bermanfaat dalam penanganan nyeri pada kondisi seperti lower back pain (yang umumnya menjadi keluhan ibu saat persalinan). Evaluasi terhadap 17 Randomized Controlled Trial (RCT), 2 Controlled Studies, 12 Cohort Studies, dan 2 laporan kasus, menyimpulkan bahwa terdapat keuntungan hydrotherapy dalam penanganan nyeri, bermanfaat, manjur dan memiliki efek mobilitas, kekuatan, dan keseimbangan, terutama sekali pada orang dengan rematik dan nyeri pinggang bawah kronik. Hydrotherapy juga merupakan suatu alternatif yang relatif aman jika dibandingkan dengan penanganan nyeri persalinan konvensional (menggunakan anestesi dan narkotik). Berendam dalam air akan dapat mengurangi 75% nyeri persalinan  
Pada persalinan dan atau kelahiran di air, kemampuan mengapung ibu akan menolong untuk relaksasi, pergerakan selama persalinan water birth yang lebih leluasa menyebabkan ibu nyaman dan rileks, sedangkan air hangat akan membantu mengurangi nyeri. A Cochrane Systemic review juga mendukung pendapat bahwa berendam dalam air selama persalinan kala I akan dapat mengurangi penggunaan analgesik dan rasa nyeri pada ibu bersalin, tanpa hal yang merugikan dalam durasi persalinan, luaran bayi dan persalinan operatif.   

2.        Mengurangi Tindakan Episiotomi
Dalam hal trauma perineum, dukungan air pada waktu kepala bayi yang crowning lambat akan menurunkan risiko robekan, dan dapat mengurangi keperluan akan tindakan episiotomi. Dalam literatur water birth bahkan tidak ditemukan angka kejadian episiotomi. Selain hal tersebut, trauma perineum yang terjadi dilaporkan tidak berat, dengan dijumpai lebih banyak kejadian intak perineum, tetapi beberapa literatur mendapatkan frekuensi robekan sama pada persalinan primipara di dalam maupun di luar air.  Masih terdapat mitos bahwa ibu yang melahirkan dalam air lebih mungkin untuk mengalami robekan karena yang membantu persalinan kesulitan untuk melakukan episiotomi jika diperlukan. Namun sesungguhnya ibu yang melahirkan dalam air hangat kurang mengalami robekan, karena air hangat dapat meningkatkan aliran darah dan mampu melunakkan jaringan di sekitar perineum ibu. Ketika memerlukan episiotomi, penolong justru lebih mudah menjangkau bagian perineum ibu untuk melakukan massage atau tindakan lain. Kebanyakan episiotomi tidak diperlukan, dan jika penolong mengganggap selama proses persalinan terdapat keadaan emergensi, penolong akan  membatalkan pelaksanaan metode ini. 
3.        Pemendekan Persalinan Kala I
Persalinan dan kelahiran di dalam air juga dapat mempercepat proses persalinan yang dihubungkan secara signifikan dengan persalinan kala I yang akan menjadi lebih pendek. Dalam hal ini ibu dapat lebih mengontrol perasaannya, menurunkan tekanan darah, lebih rileks, nyaman, menghemat tenaga ibu, mengurangi keperluan obat-obatan dan intervensi lainnya, memberi perlindungan secara pribadi, mengurangi trauma perineum, meminimalkan penggunaan episiotomi, mengurangi kejadian seksio sesarea, memudahkan persalinan.    
4.        Menurunkan Tekanan Darah
Dalam hal menurunkan tekanan darah. Menurut Pre & Perinatal Psycology Association of North America Conference, wanita dengan hipertensi akan mengalami penurunan tekanan darah setelah berendam dalam air hangat selama 10- 15 menit. Kecemasan yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah akan dapat dikurangi dengan berendam dalam air hangat.  

KEUNTUNGAN BAGI BAYI
Persalinan sendiri dapat menjadi masalah, mungkin juga mengganggu, dan merupakan pengalaman bagi bayi. Water Birth memberikan keuntungan terutama saat kepala bayi masuk ke jalan lahir, dimana persalinan akan menjadi lebih mudah. Air hangat dengan suhu yang tepat suasananya menyerupai lingkungan intrauterin sehingga memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar. Air hangat juga dapat mengurangi ketegangan perineum dan memberi rasa nyaman bagi ibu dan bayi, sehingga bayi lahir kurang mendapatkan trauma (oleh karena adanya efek dapat melenturkan dan meregangkan jaringan perineum dan vulva) dibandingkan pada persalinan air dingin dan tempat bersalin umumnya.
Bayi yang lahir di dalam air tidak segera menangis, bayi tampak menjadi tenang. Bayi tidak tenggelam jika dilahirkan di air, karena selama kehamilan bayi hidup dalam lingkungan air (amnion) sampai terjadi transisi persalinan dari uterus ke permukaan air. Demikian pula masalah lilitan tali pusat di leher, tidak menjadi masalah, sepanjang tidak ada deselerasi denyut jantung bayi (yang menunjukkan fetal distress) sebagai akibat ketatnya belitan tali pusat di leher.
Pemendekan persalinan kala I selain memudahkan persalinan bagi ibu, juga baik untuk bayi yaitu mencegah trauma atau risiko cedera kepala bayi, kulit bayi lebih bersih, menurunkan risiko bayi keracunan air ketuban. Oleh karena itu metode ini dikenal sebagai persalinan “Easier for Mom ~ Better for Babies”.  

KERUGIAN WATER BIRTH
1.        Risiko dan Komplikasi
Menurut para pendukung water birth metode ini tidak menyebabkan risiko serius maupun komplikasi. Hal ini hanya akan terjadi, jika prosedur yang dilakukan tidak tepat atau penanganannya buruk. Protokol persalinan merupakan suatu hal penting yang harus dimiliki untuk mencegah risiko dan komplikasi.  A comparative study. A prospective study on more than 2000 waterbirths; water birth dan berbagai alternatif persalinan seperti Maia-birthing stool memiliki risiko yang lebih rendah pada ibu dan bayi daripada bedbirths jika dalam penanganan kelahiran menggunakan monitoring yang baik. Adapun risiko-risiko yang dapat timbul antara lain:
a.       Risiko Maternal
1)      Infeksi. Menurut European Journal of Obstetrics and Reproductive Biology 2007, Water Birth merupakan 'a valuable alternative' persalinan normal. Penelitian yang dipimpin oleh Rosanna Zanetti-Daellenbach menemukan tidak ada perbedaan angka kejadian infeksi maternal maupun neonatal atau parameter laboratorium termasuk luaran fetus dalam hal APGAR Score, pH darah, dan keperluan perawatan intensif.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa water birth menyebabkan risiko infeksi oleh karena berendam dalam air yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan kotoran saat mengedan dalam kolam air. Namun penelitian menunjukkan bahwa traktus intestinal bayi mendapatkan keuntungan dari paparan ini. Kelahiran tersebut dan diri kita sendiri tidak steril. Sekresi vagina, blood slim, cairan amnion, dan feses ibu ketika bayi masuk ke dalam rongga panggul, keseluruhannya tidak steril. Jika ibu dalam keadaan persalinan kala aktif, air tidak akan masuk ke jalan lahir sewaktu ibu ada dalam kolam. Air dapat masuk ke vagina, namun tidak dapat masuk ke vagina bagian dalam, ke serviks maupun uterus. Penyakit infeksi tertentu, akan mati segera ketika kontak dengan air.
Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah menggunakan pompa pengatur agar air tetap bersirkulasi dengan filter/penyaring air sehingga jika air terminum tidak berisiko infeksi. Kolam yang sudah disterilkan kemudian akan diisi air yang suhunya sekitar 32-370C disesuaikan dengan suhu tubuh.
2)      Perdarahan Postpartum. Risiko perdarahan pada ibu dan bayi juga harus dipertimbangkan. Walaupun comparative study di Swiss menunjukkan suatu hal yang positif, namun penelitian lain di Inggris tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara metode water birth dengan metode persalinan lainnya. Penyedia layanan water birth yang tidak berpengalaman akan sukar menilai jumlah perdarahan post partum, sementara metode penanganannya telah berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan sejumlah penyedia layanan lebih memilih melahirkan plasenta di luar kolam seperti di The University of Michigan Hospital.
3)      Trauma Perineum.  Penggunaan episiotomi pada water birth 8,3% tidak menunjukkan laserasi perineum derajat tingkat  III dan IV dan 25,7%, pada land birth menunjukkan kejadian laserasi perineum derajat tingkat  III dan IV dengan angka penggunaan episiotomi lebih tinggi. A Cochrane review oleh Cluett et all, membuktikan bahwa ada risiko terjadi trauma perineum pada persalinan dengan water birth, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada luaran klinik dalam hal trauma perineum. 
b.      Risiko Neonatal 
Terdapat risiko penting secara klinik pada bayi, termasuk masalah pernapasan, ruptur tali pusat disertai perdarahan, dan penularan infeksi melalui air. Laporan dari sejumlah kasus menghubungkan water birth dengan respiratory distress, hyponatremia, infeksi, hypoxic ischemic encephalopathy, ruptur tali pusat, kejang, takikardia, demam (dihubungkan dengan temperatur air), serta near drowning pada bayi atau fetus.
1)      Terputusnya Tali Pusat.  Mekanisme terputusnya tali pusat ini  terjadi ketika bayi lahir sesegera mungkin dibawa ke permukaan air tidak secara “gentle”, jika tali pusat pendek akan dapat  mengakibatkan tegangan yang berlebihan pada tali pusat.
Suatu review yang mengidentifikasi 16 artikel,  melaporkan adanya 63 komplikasi neonatal diakibatkan oleh water birth, salah satu diantaranya adalah masalah putusnya tali pusat. Suatu penelitian yang tidak terduga menunjukkan hasil bahwa 5 dari 37 bayi (14%) yang lahir di air dan memerlukan perawatan khusus karena terputusnya tali pusat, 1 bayi memerlukan tranfusi. Kasus terputusnya tali pusat kemungkinan disebabkan oleh terlalu cepat mengangkat bayi kepermukaan sehingga menyebabkan tarikan cepat dari tali pusat yang melampaui panjang tali dibandingkan biasanya. Tidak ada data risiko terputusnya tali pusat pada persalinan normal di luar air.
2)      Takikardi.
3)      Infeksi. Risiko infeksi jarang terjadi pada water birth. Infeksi saluran pernapasan pada bayi yang dilahirkan secara water birth jarang terjadi, namun risiko ini tetap harus diperhitungkan. Sejumlah kasus yang mungkin membahayakan bayi antara lain infeksi herpes, perdarahan luas, dan berbagai infeksi lainnya. Metode water birth tidak direkomendasikan pada bayi preterm. Berdasarkan laporan kasus yang dipublikasikan, infeksi P. aeruginosa didapatkan pada swab telinga dan umbilicus bayi yang lahir  dengan water birth.
Sebaiknya ada protokol ketat untuk menjaga kebersihan kolam antara persalinan satu dengan yang lain (terutama di rumah sakit), karena ada sedikit risiko perpindahan bakteri  dari bayi ke bayi atau ibu ke ibu. Selain itu biasanya pada keran air terdapat bakteri Pseudomonas. Pediatri menganjurkan untuk mempertimbangkan adanya gejala infeksi pseudomonas pada bayi dengan persalinan water birth.
4)      Hipoksia. Tali pusat secara terus menerus akan menyediakan darah beroksigen, sambil bayi merespon stimulasi baru yaitu pertama kali mengisi paru-parunya dengan udara. Penundaan pengkleman dan pemotongan tali pusat sangat bermanfaat dalam proses transisi bayi untuk hidup di luar uterus. Ini akan memaksimalkan fungsi perfusi jaringan paru. Garland (2000) tidak merekomendasikan pemotongan dan pengkleman tali pusat sampai bayi mencapai permukaan air disebabkan oleh meningkatnya risiko hipoksia. Hipoksia bayi akan mengganggu baby’s dive reflex, yang mengakibatkan penekanan respon menelan sehingga akan menimbulkan bayi menghirup air selama proses water birth. Odent (1998) merekomendasikan pengkleman tali pusat 4-5 menit setelah persalinan. Namun menurut Austin, Bridges, Markiewicz and Abrahamson (1997) penundaan pengkleman tali pusat dapat mengakibatkan polisitemia, berdasarkan hipotesa bahwa air hangat mencegah vasokonstriksi tali pusat sehingga banyak darah ibu tertransfer ke bayi (vasokontriksi terjadi ketika kontak dengan udara).
5)      Aspirasi Air dan Tenggelam. Terdapat berbagai kritikan tentang water birth, dimana adanya risiko tenggelam jika bayi menghirup air atau bernapas dalam air. Secara teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar 95%. Risiko masuknya air ke dalam paru-paru bayi dapat dihindari dengan mengangkat bayi yang lahir sesegera mungkin ke permukaan air. Pemanjangan fase berendam mengakibatkan kekurangan oksigen, emboli air, dan perdarahan. Air hangat mencegah pembekuan darah setelah persalinan, dan juga risiko infeksi. Menurut British Medical Journal (BMJ) bulan juni 2005, bayi-bayi dengan sendirinya tidak akan bernapas sampai terpapar udara, kecuali mengalami asfiksia yang diakibatkan penekanan tali pusat.    

MORBIDITAS DAN MORTALITAS

Kemiripan morbiditas dan mortalitas pada ibu risiko rendah memberi kesan bahwa persalinan di air tidak substansial meningkatkan luaran perinatal yang buruk. The National Surveillance pada penelitiannya tidak mendapatkan perbedaan angka morbiditas dan mortalitas perinatal antara bayi yang lahir dengan water birth dibandingkan dengan persalinan konvensional, sebaliknya ibu hamil yang melahirkan di air mendapat pengalaman persalinan yang memuaskan. Penelitian water birth berskala besar di Inggris antara tahun 1994-1996 menunjukkan gambaran mortalitas perinatal dari persalinan dengan water birth adalah 1,2 per 1000 kelahiran hidup (95% CI 0,4-2,9) dan kematian perinatal dari persalinan konvensional adalah 8,4 per 1000 kelahiran hidup (95% CI 0,7-2,3). Tidak ditemukan laporan yang valid tentang kematian bayi akibat aspirasi atau inhalasi air pada 150.000 catatan medis  dari seluruh dunia antara tahun 1985-1999 mengenai water birth.
Pada bulan Agustus 1999 The British Medical Journal  mempublikasikan penelitian antara bulan April 1994-Maret 1996 pada 4032 bayi yang lahir dengan water birth, yang menyimpulkan bahwa mortalitas perinatal secara substansial tidak lebih tinggi pada persalinan dengan water birth dibandingkan dengan kelahiran pada  ibu hamil risiko rendah yang menggunakan metode persalinan konvensional. The British Paediatric Surveillance menyebutkan tentang kematian atau perlunya penanganan khusus pada bayi yang persalinannya dalam air dari tahun 1994-6. Ini menggambarkan perbandingan jumlah total orang yang bersalin dalam air. Terdapat 5 kematian perinatal dari lebih 4032 Water Birth (1,2 per 1000). 1 bayi meninggal dalam kandungan, 1 lahir mati setelah bayi lahir tanpa perawatan karena  kehamilan yang disembunyikan, 3 postnatal death dengan penyebab spesifik; infeksi herpes, perdarahan otak setelah persalinan cepat, hypoplastic lungs. 35 bayi (termasuk 3 postnatal death) yang memerlukan penanganan khusus dan 15 mengalami masalah pernapasan termasuk 1 aspirasi air, 1 “freshwater drowning”, 5 bayi tali pusat putus, 6 kematian ibu yang tampaknya tidak menggunakan kolam persalinan. Kematian perinatal serupa pada persalinan risiko rendah, tetapi data mengenai penyebabnya tidak lengkap. Peneliti menyimpulkan tidak ada bukti yang substansial dalam peningkatan risiko.  Hal tersebut sama dengan hasil audit yang digambarkan oleh The British Paediatric Surveillance Unit pada tahun 1999.  Bayi-bayi yang memerlukan penanganan khusus 8,4 per 1000 kelahiran hidup dibandingkan persalinan konvensional 37 per 1000 kelahiran hidup bahkan dengan manajemen home birth mendapatkan risiko 9,2 per 1000 kelahiran hidup yang memerlukan penanganan khusus. 

PATOFISIOLOGI
Pengurangan Rasa Nyeri
Keuntungan yang diperoleh dengan metode persalinan ini adalah berkurangnya rasa nyeri ketika persalinan berlangsung. Hal ini disebabkan oleh keadaan sirkulasi darah uterus yang menjadi lebih baik, berkurangnya tekanan abdomen, serta meningkatnya produksi endorphin (stress related hormone). Berendam dalam air selama persalinan akan mengurangi tekanan pada abdomen ibu, dan mengapung mengakibatkan kontraksi uterus lebih efisien dan sirkulasi darah lebih baik. Ini menyebabkan sirkulasi dan oksigenasi darah otot uterus menjadi lebih baik.
Persalinan dalam air memberi keleluasaan ibu untuk bergerak bebas, dapat memberi rasa lebih rileks dan nyaman, sehingga ibu hamil mampu berkonsentrasi pada persalinannya, dan oleh karena kondisi ibu nyaman maka sirkulasi darah dan oksigen dari plasenta ke janin berlangsung lebih baik, suhu tubuh bayi menjadi hangat sesuai suhu tubuh ibu. Suhu tubuh yang baik ini akan mempengaruhi oksigenasi bayi, sehingga bayi mampu beradaptasi terhadap lingkungan di luar rahim dengan baik. Suatu penelitian di Swiss menemukan bahwa bayi yang lahir di air Apgar Score rata-rata 5 menit secara signifikan lebih tinggi.
Air hangat dan tekanan dari pusaran air kolam tersebut  merupakan salah satu sumber penghilang rasa sakit selama persalinan dengan jalan mengurangi beban gravitasi secara alami, sehingga ibu hamil dapat berubah posisi tanpa beban saat berendam di air.2 Berendam dalam air hangat dapat merangsang respon fisiologi pada ibu hamil, sehingga dapat mengurangi nyeri termasuk redistribusi volume darah, yang mana akan merangsang pelepasan oksitosin dan vasopressin, sehingga akan meningkatkan level oksitosin dalam darah. Selain itu ada hipotesa yang menyatakan bahwa air hangat akan dapat merelaksasi otot-otot dan mental selanjutnya menyebabkan peningkatan pelepasan katekolamin, yang memungkinkan peningkatan perfusi, relaksasi dan kontraksi uterus, sehingga dapat mengurangi nyeri kontraksi dan pemendekan fase persalinan.

Pengurangan Risiko Aspirasi  
Ada beberapa faktor yang mencegah bayi menghirup air sewaktu bersalin. Pertama, terdapat faktor penghambat yang secara normal ada pada setiap bayi. Bayi dalam kandungan mendapatkan oksigen dari plasenta melalui tali pusat dan bernapas dengan menggerakkan otot-otot intercostal dan diaphragma dengan pola teratur sejak usia kehamilan 10 minggu. Janin menerima oksigen selama kehamilan melalui tali pusat sampai waktu ketika tali pusat dipotong atau plasenta terlepas dari dinding rahim, rata- rata 2-10 menit setelah lahir hingga 30 menit. Kerja otot diaphragma dan intercostal, menyebabkan lebih banyak darah mengalir ke organ vital termasuk otak sehingga dapat dilihat penurunan Fetal Beat Movement (FBM) pada profil biofisik. Pada 24-48 jam sebelum onset persalinan spontan, bayi mengalami peningkatan level prostaglandin E2 dari plasenta yang menyebabkan perlambatan dan penghentian gerakan napas. Secara normal terlihat pergerakan otot kira-kira 40%. Ketika bayi lahir dan level prostaglandin masih tinggi, otot bayi untuk pernapasan sederhana belum bekerja, hal tersebut merupakan respon penghambatan pertama.
Respon penghambat kedua adalah fakta bahwa bayi-bayi yang lahir mengalami hipoksia akut atau kekurangan oksigen. Ini merupakan respon proses kelahiran. Hipoksia menyebabkan apnea dan menelan, bukan bernapas ataupun mengap-mengap. Jika janin mengalami kekurangan oksigen berat dan lama, maka mengap-mengap dapat terjadi setelah lahir, mungkin air akan terhirup ke dalam paru-paru. Jika bayi bermasalah selama persalinan, variabilitasnya akan melebar yang tercatat pada Fetal Heart Rate, hal ini mengakibatkan prolonged bradicardia, sehingga penolong akan meminta ibu untuk meninggalkan kolam sebelum bayi lahir.
Faktor ketiga yang menghambat bayi dalam merespon pernapasan ketika berada di dalam air, adalah perbedaan temperatur. Temperatur air dibuat sesuai temperatur badan ibu. Menurut Paul Johnson mekanisme pernapasan neonatus dirangsang oleh perubahan tekanan udara. Temperatur air kolam serupa dengan cairan amnion yang dapat menjadi faktor penghambatan. Penelitian terbaru dan observasi di Jerman, Jepang, dan Rusia memberi kesan bahwa temperatur rendah pada waktu lahir berkontribusi pada vigorous baby.
Cairan paru diproduksi dalam paru-paru dan yang secara kimia menyerupai cairan lambung. Cairan ini akan keluar melalui mulut dan ditelan oleh janin. Air merupakan larutan  hipotonik dan cairan paru-paru terdapat pada janin adalah hipertonik. Jika air melewati laring, tidak dapat melintasi paru-paru, karena berdasarkan fakta bahwa  larutan hipertonik lebih padat dan mencegah larutan hipotonik bergabung atau masuk kedalamnya.
Pada kondisi bayi normal (dilihat dari monitoring Fetal Heart Rate selama persalinan), kombinasi faktor-faktor tersebut di atas mencegah bayi bernapas di dalam air sampai bayi berada di atas permukaan air. Pernapasan janin pertama kali terjadi setelah wajah ada di permukaan air, dimana akan merangsang mammalian diving reflex yang berhubungan dengan tekanan udara pada daerah nervus trigeminus wajah. Pada pernapasan bayi pertama kali terjadi adalah dengan merubah sirkulasi janin ke sirkulasi bayi, penutupan shunt pada jantung, membuat sirkulasi pulmonal, merubah tekanan pada paru-paru, mendorong cairan keluar yang akan mempersiapkan ruangan paru-paru dan mengijinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Proses ini memerlukan beberapa menit untuk memulai secara lengkap. Selama waktu tertentu bayi masih menerima oksigen dari tali pusat. Tidak ada ancaman bahwa bayi akan menghirup air selama proses kelahiran karena faktor pencetus untuk menghirup oksigen tidak akan ada sampai kepala bayi kontak dengan udara. Menurut BMJ bulan Juni 2005, bayi-bayi dengan sendirinya tidak akan bernapas sampai terpapar udara, kecuali mengalami asfiksia yang diakibatkan penekanan tali pusat.

Pemendekan Fase Persalinan 
Persalinan dalam air kadangkala dihubungkan dengan penurunan intensitas kontraksi, sehingga menyebabkan perlambatan persalinan. Namun ahli persalinan di air setuju bahwa ini harus dievaluasi kasus per kasus. Beberapa rumah sakit mengadopsi hukum “5 cm”, yaitu ibu hamil diijinkan masuk ke kolam ketika berada pada persalinan aktif dengan dilatasi serviks lebih dari 5 cm. Ibu hamil masuk ke dalam air selama persalinan kala I diyakini kurang  bermanfaat. Tidak ada bukti kuat kriteria kapan saat yang tepat untuk berendam pada persalinan kala I, sehingga persalinan awal ini akan lebih baik jika ditangani dengan mobilisasi daripada berendam. Ada juga laporan bahwa air kadang-kadang memberi efek melambatkan bahkan menghentikan persalinan jika digunakan terlalu dini dan banyak dilaporkan bahwa kontraksi kurang efektif jika ibu berendam terlalu awal. 

Pengurangan Perdarahan Postpartum
Hilangnya darah ibu selama water birth sangat sedikit. Rata-rata darah yang hilang pada  water birth 5,26 g/l secara bermakna lebih rendah daripada land birth 8,08 g/l.3 Kehilangan darah pada persalinan ini sukar dinilai terutama jika diakibatkan oleh penolong yang kurang berpengalaman pada persalinan dalam air. 

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
 Syarat-Syarat 
1.        Ibu hamil risiko rendah.
2.        Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran kencing, dan kulit.
3.        Tanda vital ibu dalam batas normal, dan CTG bayi normal (baseline, variabilitas, dan ada akselerasi)
4.        Idealnya, air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan nyeri setelah dilatasi serviks mencapai  4-5 cm.
5.        Pasien setuju mengikuti instruksi penolong, termasuk keluar dari kolam tempat berendam jika diperlukan.   

Kriteria/Indikasi 
Merupakan pilihan ibu.  Kehamilan normal ≥ 37 minggu.  Fetus tunggal presentasi kepala.   Tidak menggunakan obat-obat penenang.  Ketuban pecah spontan < 24 jam.  Kriteria non klinik seperti staf atau peralatan.  Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak terkontrol, dll).  Tidak ada perdarahan.  Denyut jantung normal.  Cairan amnion jernih.  Persalinan spontan atau setelah menggunakan misoprostol atau pitocin. 
Kontraindikasi   Infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah.  Infeksi dan demam pada ibu.  Herpes genitalis.  HIV, Hepatitis.  Denyut jantung abnormal.  Perdarahan pervaginam berlebihan   Mekoneum  Kondisi yang memerlukan monitoring terus menerus. 

PROSEDUR PERSALINAN
Beberapa instrumentasi essential  yang harus dipersiapkan pada persalinan dengan metode water birth  antara lain:   Termometer air.  Termometer ibu.  Doppler anti air. Sarung tangan.   Pakaian kerja (apron).  Jaring untuk mengangkat kotoran.  Alas lutut kaki, bantal, instrumen partus set.  Shower air hangat.  Portable/permanent pool.  Handuk, selimut.  Warmer dan peralatan resusitasi bayi. 

Selama  Berlangsungnya Persalinan
1.    Ibu masuk berendam ke dalam air direkomendasikan saat pembukaan serviks 4-5 cm dengan kontraksi uterus baik. Ibu dapat mengambil posisi persalinan yang disukainya.
2.        Observasi dan monitoring  antara lain :
a.  Fetal Heart Rate (FHR) dengan doppler atau fetoskop setiap 30 menit selama persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala II. Auskultasi dilakukan sebelum, selama, setelah kontraksi. 
b.      Penipisan dan Pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina (VT) dapat dilakukan di dalam air atau pasien di minta sementara keluar dari air untuk diperiksa.
c.   Status Ketuban, jika terjadi ruptur ketuban, periksa FHR, dan periksa adanya prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban mekoneum, pasien harus meninggalkan kolam.
d.   Tanda vital ibu diperiksa setiap jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan ibu mengatur napas selama kontraksi.
e.   Hidrasi Ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan janin dan peningkatan suhu badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi terjadi,  ibu diberi cairan. Jika tidak berhasil pasang infus ringer laktat (RL).
3.        Manajemen kala II 
a. Mengedan seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan spontan, risiko ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam sirkulasi maternal-fetal berkurang, dan juga akan dapat melelahkan ibu dan bayi.
b.  Persalinan, bila mungkin metode ”hand off”. Ini akan meminimalkan stimulasi.
c.  Tidak diperlukan palpasi tali pusat ketika kepala bayi lahir, karena tali pusat dapat lepas dan melonggar ketika bayi lahir. Untuk meminimalkan risiko tali pusat terputus dengan tidak semestinya, hindari tarikan ketika kepala bayi ke permukaan air. Tali pusat jangan diklem dan dipotong ketika bayi masih ada di dalam air.
d.    Bayi seharusnya lahir lengkap di dalam air. Kemudian sesegera mungkin dibawa kepermukaan secara “gentle”. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada diatas permukaan air dan badannya masih di dalam air untuk menghindari hipotermia, mencegah transfusi ibu ke bayi. Sewaktu kepala bayi telah berada di atas air, jangan merendamnya kembali.
4.        Manajemen kala III
a.       Manajemen aktif dan psikologi  tetap diberikan sampai ibu keluar kolam.
b.      Saat manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan.
c.       Estimasikan perdarahan < atau > 500 ml.
d.     Penjahitan perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk menghilangkan retensi air dalam jaringan (jika perdarahan tidak berlebihan).     

Selama Mengedan dan Persalinan 
1.   Ibu mengambil sikap yang dirasakan aman dan nyaman untuknya. Keleluasaan gerakan yang mengijinkan ibu mengambil posisi yang tepat untuk bersalin.
2.    Lahirnya kepala bayi difasilitasi oleh adanya dorongan lembut kontraksi uterus. Sarung tangan digunakan penolong untuk melahirkan bayi. Sokong perineum, massage, dan tekan dengan lembut jika diperlukan. Ibu dapat mengontrol dorongan kepala dengan tangannya. 
3.  Manipulasi kepala biasanya tidak diperlukan untuk melahirkan bayi karena air memiliki kemampuan untuk mengapungkan. Walaupun demikian, pasien perlu berdiri membantu mengurangi atau memotong dan mengklem lilitan tali pusat. Meminimalkan rangsangan mengurangi risiko gangguan pernapasan.
4.      Sewaktu bayi lahir, kepala bayi dikendalikan dengan gerakan yang lembut, muka ke bawah, dan muncul dari dalam air tidak lebih dari 20 detik. Janin dapat diistirahatkan di dada ibu sambil membersihkan hidung dan mulutnya, jika diperlukan. Penanganan ini sebaiknya melihat juga panjang tali pusat agar tidak sampai putus. Kemudian bayi diberi selimut, dan di monitor. 
5.     Idealnya, ibu dan bayi dibantu keluar dari air untuk melahirkan plasenta. Tali pusat di klem dan dipotong, dan bayi dikeringkan dengan handuk dan diselimuti dan kemudian diberikan kepada penolong lain, keluarga, atau perawat. Ibu di bantu keluar dari kolam. Plasenta dapat dilahirkan di dalam air atau di luar tergantung penolong. Ibu dianjurkan menyusui sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk membantu kontraksi uterus dan pengeluaran plasenta. Risiko secara teori yang dihubungkan dengan efek relaksasi air hangat terhadap otot-otot uterus termasuk solusio plasenta, emboli air dan peningkatan perdarahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar