Jumat, 08 Maret 2013

MANAJEMEN FISIOLOGIS KALA III ATAU TEKNIK PENUNDAAN PEMOTONGAN TALI PUSAT

Setiap tahunnya diperkirakan 350.000 ibu meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Laporan organisasi kesehatan dunia WHO (world health Organitation) bahwa pada tahun 2010 penyebab utama kematian ibu didunia adalah perdarahan sebesar 35%, kemudian hipertensi sebesar  18%, penyebab tidak langsung 18%, penyebab langsung lainnya 11%, abortion 9%, infeksi 8% dan emboli 1% (www.who.int, 2011)
Angka kematian ibu (AKI) menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Perdarahan menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu di Indonesia sebesar 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, aborsi yang tidak aman 5% dan persalinan lama 5%. Di Kota makassar pada tahun 2011 AKI sebesar 11,4/100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh perdarahan 2 kasus dan infeksi 1 kasus dari 26.129 persalinan (Profil DINKES Kota Makassar, 2011)
Waktu yang paling kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika plasenta lahir dan segera setelah itu. Manajemen aktif kala III mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan postpartum. Karena itu sebagian bangsal bersalin menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan bidan untuk melakukan penatalaksanaan aktif kala III. Manajemen aktif kala III telah dimasukkan kedalam Asuhan Persalinan Normal (APN) dengan mengklem tali pusat dan menyuntikkan oksitoksin 10U 2 menit setelah bayi lahir (Saifuddin, 2007).
Selain manajemen aktif kala III ada juga yang disebut manajemen fisiologis persalinan kala III atau penundaan pengkleman tali pusat sampai tali pusat berhenti berdenyut. Menurut WHO pada manajemen fisiologis ini, waktu yang optimal untuk pengkleman dan pemotongan tali pusat semua bayi tanpa memandang usia kehamilan atau berat badan janin adalah ketika sirkulasi atau denyutan di tali pusat telah berhenti dan tali pusat terlihat mendatar sekitar 3 menit atau lebih setelah bayi lahir (Riksani, 2012).
Menurut Prendiville dkk. Tahun 2000 menyimpulkan bahwa penatalaksanaan aktif harus menjadi penatalaksanaan rutin terpilih bagi ibu yang berencana melahirkan bayinya pervagina di suatu rumah bersalin. Namun demikian, terdapat keuntungan dari kala III fisiologis bahwa penundaan pemotongan tali pusat tidak meningkatkan resiko perdarahan pasca-persalinan tetapi menyebabkan meningkatnya kadar zat besi bayi hingga bayi berumur 6 bulan.
Dalam suatu penelitian yang penelitinya tidak disebutkan oleh WHO, review meliputi 11 percobaan, meneliti perbedaan antara penjepitan dan pemotongan tali pusat yang dini dan tertunda dalam hal resiko perdarahan postpartum. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tersebut. Namun ada juga fakta yang menyebutkan bahwa penjepitan tali pusat langsung atau segera setelah bayi lahir dapat meningkatkan resiko perdarahan pasca melahirkan dan retensi plasenta dikarenakan oleh engorging plasenta dengan darah bayi. Hal ini membuat lebih sulit bagi rahim berkontraksi dan melepaskan plasenta. (Baston & Hall, 2012).
 
Penatalaksanaan aktif merupakan kebijakan yang mengharuskan dilakukannya pemberian uterotonik profilaktik sebagai tindakan pencegahan untuk menurunkan resiko perdarahan pasca partum tanpa mempedulikan status resiko obstetrik ibu. Kebijakan penatalaksanaan aktif biasanya meliputi pemberian rutin agens uterotonik, baik secara intravena, intramuscular maupun secara oral. Pemberian ini dilakukan bersamaan dengan mengklem tali pusat segera setelah kelahiran bayi dan pelahiran plasenta dengan menggunakan traksi tali pusat terkontrol. Jika setelah dikaji ternyata ibu juga beresiko tinggi mengalami perdarahan pascapartum (mis., kelahiran kembar dan grand multipara), infus profilaktik dosis uterotonik yang lebih besar dilarutkan dalam cairan intravena dapat diberikan selama beberapa jam setelah kelahiran. Hal ini juga dianggap sebagai bagian dari kebijakan penetalaksanaan aktif. Penatalaksanaan aktif kala III merupakan kebijakan penatalaksanaan persalinan kala tiga yang paling banyak dilakukan didunia.
Terdapat berbagai pendapat yang berbeda mengenai waktu pengklemen tali pusat yang tepat selama kala III persalinan. Pengkleman dini dilakukan pada 1-3 menit pertama segera setelah kelahiran tanpa memeriksa apakah pulsasinya sudah berhenti atau belum. Adapun efek dari dilakukannya pemotongan tali pusat segera ini adalah:
1 1. Tindakan ini dapat mengurangi volume darah yang kembali kejanin sebanyak 75-125 ml, terutama jika klem dilakukan dalam menit-menit pertama. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kadar haemoglobin neonatal dalam jangka pendek.
22. Hal ini dapat secara premature mengganggu fungsi pernafasan plasenta dalam mempertahankan O2 dan melawan asidosis di masa awal kehidupan. Hal ini terutama penting bagi bayi yang terlambat bernafas 
    3.  Dapat menurunkan kadar bilirubin neonatal
44. Tindakan ini dapat meningkatkan kecenderungan tranfusi fetomaternal karena volume darah yang lebih besar tertahan diplasenta. Tekanan vena semakin meningkat dan retraksi semakin berlanjut; tekanan ini dapat cukup tinggi untuk menyebabkan rupture pembuluh darah pada plasenta sehingga memfasilitasi transfer sel janin kesistem maternatal; hal ini merupakan resiko bila kritis jika golongan darah ibu adalah rhesus negatif.
55. Tindakan ini dapat menyebabkan pembuluh darah yang terpotong berisi sejumlah bekuan darah, yang merupakan media ideal pertumbuhan bakteri (Fraser & Cooper, 2011).

 
Penatalaksanan fisiologis/manajemen menunggu (penundaan pemotongan tali pusat adalah dimana pemberian rutin obat uterotonik tidak dilakukan, tali pusat dibiarkan tanpa diklem hingga pulsasinya berhenti dan / atau ibu meminta untuk diklem, dan plasenta dikeluarkan dengan menggunakan daya gravitasi serta upaya maternal. Manajemen fisiologis pada kala III dapat dilakukan apabila kala I dan kala II ibu bersalin juga berlangsung fisiologis (Fraser & Cooper, 2011).
Tali pusat merentang dari umbilicus (pusar) janin ke permukaan plasenta dan mempunyai panjang normal kurang lebih 50-55 cm dengan ketebalan sekitar 1-2 cm.


Struktur tali pusat terdiri dari:
1.   Cairan ketuban (amnion)
Aminon menutupi tali pusat.Dibawah balutan cairan amnion ini terlihat pembuluh-pembuluh darah yang terdapat dalam tali pusat.
2.   Pembuluh darah
Tali pusat terdiri dari beberapa pembuluh darah yang berperan menghubungkan antara janin dan plasenta.Yaitu, 2 pembuluh darah arteri yang berperan dalam mengembalikan produk sisa dari janin ke plasenta dan 1 pembuluh darah vena yang berperan dalam membawa oksigen dan nutrisi kesistem peredaran darah janin dari peredaran darah ibu.Kecepatan peredaran darah dalam tali pusat sekitar 400 ml per menit.
2.   Jelly Wharton
Merupakan zat yang terasa lengket dan terbuat dari substansi gelatinosa. Jelly Wharton ini mengelilingi pembuluh darah sekaligus melindungi pembuluh darah tersebut dari tekanan. Sehingga, keberlangsungan pemberian makanan dari ibu kejanin dapat terjamin dan membantu mencegah terjadinya penekukan tali pusat. Saat jelly Wharton terkena udara, ia akan mengembang. Tebal atau tipisnya tali pusat, bergantung pada jumlah jelly Wharton.
Penundaan pemotongan tali pusat atau delayed cord clamping adalah praktek penundaan pengekleman dan pemotongan tali pusat dimana tali pusat tidak dijepit atau dipotong sampai setelah denyutan berhenti, atau sampai setelah plasenta lahir seluruhnya. Menurut WHO lama waktu hingga tali pusat berhenti berdenyut rata-rata 3 – 7 menit atau lebih setelah bayi lahir.
Manfaat yang didapatkan dari penundaan pemotongan tali pusat meliputi:
1.    Manfaat bagi sirkulasi darah bayi. Beberapa studi menunjukkan bahwa ada transfer darah dari plasenta sekitar 80 ml pada satu menit pertama dan dapat mencapai sekitar 100 ml pada tiga menit setelah lahir. Tambahan volume darah ini dapat menyediakan zat besi dalam tubuh bayi 20-50 mg/kgBB. Sehingga mengurangi resiko anemia pada BBL
2.    Meningkatkan kadar hematokrit dan bilirubin
3.    Meningkatkan jumlah oksigen dalam darah neonatal
4.    Darah tali pusat penuh dengan T-sel yang dapat melawan sel kanker
5.    Mengurangi resiko terjadinya komplikasi pasca bersalin pada ibu terutama perdarahan post partum.



Cara Menunda Pengekleman Tali Pusar
Setelah bayi bisa bernafas, yang ditandai dengan tangisan, segera setelah bayi lahir dan mencapai volume sirkulasi darah normal, tali pusat akan segera berhenti berdenyut. Tali pusat yang berhenti berdenyut, terlihat berwarna putih dan terasa sangat lunak dan lembek. Lama waktu hingga tali pusat berhenti berdenyut rata-rata 3 – 7 menit, karena bayipun memerlukan waktu untuk membentuk volume darah normal yang fisiologis dalam tubuhnya. Lama waktu pada setiap bayi berbeda-beda, bisa jadi pada beberapa bayi lainnya memerlukan waktu yang lebih lama.
Hanya ada satu alasan untuk segera melakukan penjepitan dan pemotongan tali pusat, yaitu jika ibu bersalin mengalami perdarahan karena dibutuhkan tindakan dan penanganan segera (Riksani, 2012).

 Daftar Pustaka:

Baston Hellen, Hall Jennifer. (2012), Editor. Angelina, Yoavita. Midwifery Essensial Persalinan Volume 3, EGC, Jakarta.


Oxorn Harry, Forte William. (2010), Editor. Hakimi M. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan, YEM, Yogyakarta.
 
Fraser M, Cooper Margaret. (2011), Editor. Karyuni P.E, Subekti N.B, Kurnianingsih S, Yulia D, Mahendrawati N, Widiarti D. Buku Ajar Bidan Myles Edisi 14, EGC, Jakarta.

Manuaba I.B.G. (2007), pengantar kuliah obstetri, EGC, Jakarta.
 
Riksani Ria, (2012). Keajaiban Tali Pusat Dan PlasentaBayi, DuniaSehat, Jakarta.

Saifuddin, B.A, (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan neonatal, YBP, SP, Jakarta.
 
Oxorn Harry, Forte William. (2010), Editor. Hakimi M. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan, YEM, Yogyakarta.