Setiap tahunnya
diperkirakan 350.000 ibu meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Laporan
organisasi kesehatan dunia WHO (world health Organitation) bahwa pada tahun
2010 penyebab utama kematian ibu didunia adalah perdarahan sebesar 35%,
kemudian hipertensi sebesar 18%,
penyebab tidak langsung 18%, penyebab langsung lainnya 11%, abortion 9%,
infeksi 8% dan emboli 1% (www.who.int, 2011)
Angka kematian ibu
(AKI) menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 adalah
228/100.000 kelahiran hidup. Perdarahan menempati tempat pertama sebagai
penyebab kematian ibu di Indonesia sebesar 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%,
aborsi yang tidak aman 5% dan persalinan lama 5%. Di Kota makassar pada tahun
2011 AKI sebesar 11,4/100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh perdarahan 2
kasus dan infeksi 1 kasus dari 26.129 persalinan (Profil DINKES Kota Makassar,
2011)
Waktu yang paling
kritis untuk mencegah perdarahan postpartum adalah ketika plasenta lahir dan
segera setelah itu. Manajemen aktif kala III mempercepat kelahiran plasenta dan
dapat mencegah atau mengurangi perdarahan postpartum. Karena itu sebagian
bangsal bersalin menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan bidan untuk
melakukan penatalaksanaan aktif kala III. Manajemen aktif kala III telah
dimasukkan kedalam Asuhan Persalinan Normal (APN) dengan mengklem tali pusat
dan menyuntikkan oksitoksin 10U 2 menit setelah bayi lahir (Saifuddin, 2007).
Selain manajemen
aktif kala III ada juga yang disebut manajemen fisiologis persalinan kala III
atau penundaan pengkleman tali pusat sampai tali pusat berhenti berdenyut.
Menurut WHO pada manajemen fisiologis ini, waktu yang optimal untuk pengkleman
dan pemotongan tali pusat semua bayi tanpa memandang usia kehamilan atau berat
badan janin adalah ketika sirkulasi atau denyutan di tali pusat telah berhenti
dan tali pusat terlihat mendatar sekitar 3 menit atau lebih setelah bayi lahir
(Riksani, 2012).
Menurut Prendiville
dkk. Tahun 2000 menyimpulkan bahwa penatalaksanaan aktif harus menjadi
penatalaksanaan rutin terpilih bagi ibu yang berencana melahirkan bayinya
pervagina di suatu rumah bersalin. Namun demikian, terdapat keuntungan dari
kala III fisiologis bahwa penundaan pemotongan tali pusat tidak meningkatkan
resiko perdarahan pasca-persalinan tetapi menyebabkan meningkatnya kadar zat
besi bayi hingga bayi berumur 6 bulan.
Dalam suatu penelitian
yang penelitinya tidak disebutkan oleh WHO, review meliputi 11 percobaan,
meneliti perbedaan antara penjepitan dan pemotongan tali pusat yang dini dan
tertunda dalam hal resiko perdarahan postpartum. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara dua kelompok tersebut. Namun ada juga fakta yang menyebutkan
bahwa penjepitan tali pusat langsung atau segera setelah bayi lahir dapat
meningkatkan resiko perdarahan pasca melahirkan dan retensi plasenta
dikarenakan oleh engorging plasenta dengan darah bayi. Hal ini membuat lebih
sulit bagi rahim berkontraksi dan melepaskan plasenta. (Baston & Hall,
2012).
Penatalaksanaan aktif merupakan kebijakan yang
mengharuskan dilakukannya pemberian uterotonik profilaktik sebagai tindakan
pencegahan untuk menurunkan resiko perdarahan pasca partum tanpa mempedulikan
status resiko obstetrik ibu. Kebijakan penatalaksanaan aktif biasanya meliputi
pemberian rutin agens uterotonik, baik secara intravena, intramuscular maupun
secara oral. Pemberian ini dilakukan bersamaan dengan mengklem tali pusat
segera setelah kelahiran bayi dan pelahiran plasenta dengan menggunakan traksi
tali pusat terkontrol. Jika setelah dikaji ternyata ibu juga beresiko tinggi
mengalami perdarahan pascapartum (mis., kelahiran kembar dan grand multipara),
infus profilaktik dosis uterotonik yang lebih besar dilarutkan dalam cairan intravena
dapat diberikan selama beberapa jam setelah kelahiran. Hal ini juga dianggap
sebagai bagian dari kebijakan penetalaksanaan aktif. Penatalaksanaan aktif kala
III merupakan kebijakan penatalaksanaan persalinan kala tiga yang paling banyak
dilakukan didunia.
Terdapat berbagai pendapat yang berbeda mengenai waktu
pengklemen tali pusat yang tepat selama kala III persalinan. Pengkleman dini
dilakukan pada 1-3 menit pertama segera setelah kelahiran tanpa memeriksa
apakah pulsasinya sudah berhenti atau belum. Adapun efek dari dilakukannya
pemotongan tali pusat segera ini adalah:
1 1. Tindakan ini dapat mengurangi volume darah yang kembali
kejanin sebanyak 75-125 ml, terutama jika klem dilakukan dalam menit-menit
pertama. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kadar haemoglobin neonatal
dalam jangka pendek.
22. Hal ini dapat secara premature mengganggu fungsi
pernafasan plasenta dalam mempertahankan O2 dan melawan asidosis di masa awal
kehidupan. Hal ini terutama penting bagi bayi yang terlambat bernafas
3. Dapat menurunkan kadar bilirubin neonatal
44. Tindakan ini dapat meningkatkan kecenderungan tranfusi
fetomaternal karena volume darah yang lebih besar tertahan diplasenta. Tekanan
vena semakin meningkat dan retraksi semakin berlanjut; tekanan ini dapat cukup
tinggi untuk menyebabkan rupture pembuluh darah pada plasenta sehingga
memfasilitasi transfer sel janin kesistem maternatal; hal ini merupakan resiko
bila kritis jika golongan darah ibu adalah rhesus negatif.
55. Tindakan ini dapat menyebabkan pembuluh darah yang
terpotong berisi sejumlah bekuan darah, yang merupakan media ideal pertumbuhan
bakteri (Fraser & Cooper, 2011).
Penatalaksanan
fisiologis/manajemen menunggu (penundaan pemotongan tali pusat adalah dimana
pemberian rutin obat uterotonik tidak dilakukan, tali pusat dibiarkan tanpa
diklem hingga pulsasinya berhenti dan / atau ibu meminta untuk diklem, dan
plasenta dikeluarkan dengan menggunakan daya gravitasi serta upaya maternal.
Manajemen fisiologis pada kala III dapat dilakukan apabila kala I dan kala II
ibu bersalin juga berlangsung fisiologis (Fraser & Cooper, 2011).
Tali pusat merentang dari umbilicus (pusar)
janin ke permukaan plasenta dan mempunyai panjang normal kurang lebih 50-55 cm
dengan ketebalan sekitar 1-2 cm.
Struktur tali pusat terdiri dari:
1. Cairan
ketuban (amnion)
Aminon
menutupi tali pusat.Dibawah balutan cairan amnion ini terlihat
pembuluh-pembuluh darah yang terdapat dalam tali pusat.
2. Pembuluh
darah
Tali pusat terdiri dari beberapa pembuluh
darah yang berperan menghubungkan antara janin dan plasenta.Yaitu, 2 pembuluh
darah arteri yang berperan dalam mengembalikan produk sisa dari janin ke
plasenta dan 1 pembuluh darah vena yang berperan dalam membawa oksigen dan
nutrisi kesistem peredaran darah janin dari peredaran darah ibu.Kecepatan
peredaran darah dalam tali pusat sekitar 400 ml per menit.
2. Jelly
Wharton
Merupakan
zat yang terasa lengket dan terbuat dari substansi gelatinosa. Jelly Wharton
ini mengelilingi pembuluh darah sekaligus melindungi pembuluh darah tersebut
dari tekanan. Sehingga, keberlangsungan pemberian makanan dari ibu kejanin
dapat terjamin dan membantu mencegah terjadinya penekukan tali pusat. Saat
jelly Wharton terkena udara, ia akan mengembang. Tebal atau tipisnya tali
pusat, bergantung pada jumlah jelly Wharton.
Penundaan pemotongan tali pusat atau delayed
cord clamping adalah praktek penundaan pengekleman dan pemotongan tali pusat
dimana tali pusat tidak dijepit atau dipotong sampai setelah denyutan berhenti,
atau sampai setelah plasenta lahir seluruhnya. Menurut WHO lama waktu hingga tali pusat berhenti
berdenyut rata-rata 3 – 7 menit atau lebih setelah bayi lahir.
Manfaat yang didapatkan
dari penundaan pemotongan tali pusat meliputi:
1. Manfaat bagi sirkulasi darah bayi. Beberapa studi
menunjukkan bahwa ada transfer darah dari plasenta sekitar 80 ml pada satu
menit pertama dan dapat mencapai sekitar 100 ml pada tiga menit setelah lahir.
Tambahan volume darah ini dapat menyediakan zat besi dalam tubuh bayi 20-50
mg/kgBB. Sehingga mengurangi resiko anemia pada BBL
2. Meningkatkan kadar hematokrit dan bilirubin
3. Meningkatkan jumlah oksigen dalam darah neonatal
4. Darah tali pusat penuh dengan T-sel yang dapat melawan
sel kanker
5. Mengurangi resiko terjadinya komplikasi pasca bersalin
pada ibu terutama perdarahan post partum.
Cara Menunda Pengekleman Tali Pusar
Setelah bayi bisa
bernafas, yang ditandai dengan tangisan, segera setelah bayi lahir dan mencapai
volume sirkulasi darah normal, tali pusat akan segera berhenti berdenyut. Tali
pusat yang berhenti berdenyut, terlihat berwarna putih dan terasa sangat lunak
dan lembek. Lama waktu hingga tali pusat berhenti berdenyut rata-rata 3 – 7
menit, karena bayipun memerlukan waktu untuk membentuk volume darah normal yang
fisiologis dalam tubuhnya. Lama waktu pada setiap bayi berbeda-beda, bisa jadi
pada beberapa bayi lainnya memerlukan waktu yang lebih lama.
Hanya ada satu alasan untuk segera melakukan
penjepitan dan pemotongan tali pusat, yaitu jika ibu bersalin mengalami
perdarahan karena dibutuhkan tindakan dan penanganan segera (Riksani, 2012).
Daftar Pustaka:
Baston Hellen, Hall
Jennifer. (2012), Editor. Angelina, Yoavita. Midwifery Essensial Persalinan Volume 3, EGC, Jakarta.
Oxorn Harry, Forte
William. (2010), Editor. Hakimi M. Ilmu Kebidanan:
Patologi & Fisiologi Persalinan,
YEM, Yogyakarta.
Fraser M, Cooper
Margaret. (2011), Editor. Karyuni P.E, Subekti N.B, Kurnianingsih S, Yulia D, Mahendrawati
N, Widiarti D. Buku Ajar Bidan Myles
Edisi 14, EGC, Jakarta.
Manuaba I.B.G. (2007), pengantar
kuliah obstetri, EGC, Jakarta.
Saifuddin, B.A, (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan neonatal, YBP, SP, Jakarta.
Oxorn Harry, Forte
William. (2010), Editor. Hakimi M. Ilmu Kebidanan:
Patologi & Fisiologi Persalinan,
YEM, Yogyakarta.