Senin, 22 Oktober 2012

PENTINGNYA BERMAIN BAGI ANAK-ANAK

BEBAN pendidikan anak cukup berat di masa kini. Bahkan anak-anak di usia Sekolah Dasar mengalami gangguan jiwa karena tak siap menerima beban tersebut. Demikian yang dikatakan Direktur Suryani Institute of Mental Health LK Suryani di Jakarta.

Suryani mengaku prihatin dengan sistem pendidikan masa kini. Banyak guru yang tak memahami perkembangan mental anak. Sementara orang tua menuntut anak-anaknya berprestasi. Anak-anak harus cepat bisa membaca dan berhitung. Mereka harus mengerjakan banyak pekerjaan rumah.

"Idealnya sampai umur 10 tahun anak-anak tidak dibebani oleh PR dan anak-anak tersebut menuntaskan masa bermain dan mendengarkan cerita baik dari orang tuanya dan gurunya di sekolah," tegas Suryani.

Ia mengharapkan orang tua maupun para guru tak melupakan bahwa anak-anak juga waktu untuk bermain. Anak-anak tak harusnya dibebani dengan pendidikan formal yang berat seperti mengerjakan PR dan mengikuti berbagai macam les.

Sejak bayi dalam kandungan hingga ia berusia 10 tahun, tutur Suryani, anak-anak akan merekam seluruh peristiwa. Saat ia beranjak dewasa, peristiwa-peristiwa itu akan mempengaruhi kehidupannya.

"Bila masa kecil mengalami trauma, kekerasan fisik atau pengalaman pahit hal itu secara tidak langsung akan mempengaruhi kejiwaannya. Ini yang jarang kita perhatikan," ujarnya.
Anak yang kehilangan waktu bermain, akan menjadi yang pasif dan kurang sosialisasi. Sering kali anak-anak takut untuk mengungkapkan masalahnya pada orangtuanya. Terutama orangtua yang cenderung memaksa atau otoriter. Karena dibiarkan terlalu lama, akhirnya anak sudah berada dalam tahap mengkhawatirkan, apalagi bila sudah divonis mengalami depresi. Biasanya pada tahap awal anak mengalami kesedihan, stres dalam waktu yang cukup panjang. Dengan gejala awal itu, sepatutnya orangtua sensitif akan kondisi anak. Orangtua perlu mewaspadai keluhan anak meski dianggap sepele.
Apalagi berkaitan dengan harapan orangtua agar anak berprestasi disekolah. Contohnya keluhan seputar pelajaran sekolah yang dirasa rumit, pekerjaan rumah menumpuk atau nilai ujian memburuk. Biasa terjadi, orangtua mengungkapkan keluhan itu dan menganggapnya sebagai kewajiban anak untuk belajar.
Orangtua yang ambisius, yang berusaha agar anaknya tampak hebat dalam bidang akademik atau bidang lainnya, bukan lagi hal aneh. Anda mungkin pernah bertemu dengan ibu seperti itu.
Kita semua tahu bahwa ada orangtua yang bertindak terkesan ekstrim. Kita semua juga tahu, dorongan di balik tindakan ibu adalah perasaan yang kita semua miliki, yaitu kita semua merasa kemampuan anak kita diatas rata-rata. Padahal menurut para ahli, hanya sekitar 10% anak yang benar-benar berbakat, baik secara akademik maupun secara kreatif. Selebihnya adalah anak-anak yang biasa.

SUMBER:
www.metrotvnews.com
www.wajahbocah.com/jangan-rampas-waktu-bermain-anak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar